Bahan Sharing Iman Guru dan Karyawan Unit SMA Katolik Santo Fransisku Assisi Samarinda Suster, Bapak, ibu pada hari
ini kita akan melaksanakan sharing iman
Adapun langkah-langkah sharing ini sebagai berikut:
Ø
Fasilitator
menyampaikan ringkasan langkah-langkah sharing di bawah ini. Sementara
“ringkasan” tersebut disampaikan, semua peserta mengikuti langkah-langkah dalam
lembaran.
Langkah ke-1
• Fasilitator/pemandu meminta salah seorang peserta mengundang
kehadiran Yesus secara pribadi dan hangat dalam doa.
Langkah ke-2
• Pertama-tama fasilitator/pemandu mengumumkan teks Kitab suci yang
akan dibaca.
• Teks kitab suci dari Kolose
3:18-4:1
• Selanjutnya, fasilitator/pemandu meminta salah seorang peserta
membacakan teks tersebut dengan pelan-pelan dan dalam suasana doa.
Langkah ke-3
• Setiap peserta diminta untuk memilih satu kata atau kalimat singkat
dari teks yang dibaca. Kata atau kalimat singkat itu dibaca dengan lantang
sebanyak 3 kali dengan memberikan saat hening di antara setiap pengulangan itu.
• Kita dapat memilih kata apa saja dari teks tersebut bahkan kata yang
kita anggap tidak penting sekalipun. Oleh karena itu, kita tidak perlu
mencari-cari kata khusus dalam teks. Setiap kata dapat dipilih tanpa
dicari-cari terlalu lama.
Langkah ke-4
• Fasilitator/pemandu mengumumkan saat hening, misalnya 3 atau 4 menit.
Lamanya saat hening ini tergantung pada keinginan kelompok.
• Fasilitator/pemandu memperhatikan dan menepati waktu untuk saat
hening yang sudah disepakati. Hal ini akan menciptakan ketenangan batin untuk
kelompok.
Langkah ke-5
• Dalam langkah “sharing” ini, kita tidak boleh ‘mengkhotbahi’ peserta
lain tentang apa dan bagaimana seharusnya mereka bertindak.
• Kita tidak ‘mendiskusikan’ atau ‘menjelaskan’ satu topik sebagaimana
yang kita lakukan dalam studi Kitab Suci . Jika ada kesulitan memahami teks dan
ingin didiskusikan jangan dilakukan dalam langkah ke-5 ini. Kesulitan itu bisa
dibahas pada langkah ke-6 atau pada saat evaluasi. Jika tidak, kita merusak
suasana doa dan menghilangkan bagian yang paling berharga dalam sharing iman
yaitu kehadiran Tuhan Yesus.
• Dalam langkah ini kita hendaknya membagikan (sharing)
bagaimana kata atau kalimat singkat tertentu telah menyentuh diri kita sendiri
secara mendalam. Oleh karena itu kita dapat memulai sharing kita dengan
kalimat:
“Kata ini….telah menyentuh hati saya, karena...” Atau “Saya merasa
tersentuh oleh kata ini… karena…”
Langkah ke-6
• Dalam langkah ini kita berusaha menemukan satu “tugas” yang dapat
kita lakukan bersama. Tugas ini tidak mesti berhubungan dengan teks yang
dibaca. Misalnya: mengutus beberapa anggota komunitas mengunjungi orang sakit,
menolong korban banjir, kerja bakti, mengunjungi warga lingkungan/ komunitas
yang tidak aktif.
Langkah ke-7
• Dalam langkah terakhir ini, mereka yang ingin berdoa diberikan
kesempatan melakukannya secara spontan.
• Setelah dirasa selesai, kita mengakhiri pertemuan dengan doa atau
nyanyian yang sudah dikenal peserta.
4. Setelah melaksanakan ke-7 langkah, lakukan evaluasi bersama dengan
menggunakan “Bagan Evaluasi Diri” . Lakukan evaluasi dengan suasana hangat dan
usahakan tidak membuat orang lain tersinggung.
TOTALITAS SEORANG GURU
Bacaan: Kolose 3:18-4:1
Bacaan Setahun: Bilangan 30-31
Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu
seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23)
082157153601Ibu Merry mengajar
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bhakti Luhur, Malang, sejak 1984. Suatu saat ia
mendapatkan seorang murid bernama Jorei, anak yang bisu, tuli, dan low vision
(berkemampuan melihat rendah). Awalnya Jorei tidak mau belajar. Ibu Merry tak
kehabisan akal. Bila keadaan gelap Jorei mudah mengantuk, maka Bu Merry
menyalakan lampu seterang-terangnya saat anak itu belajar. Anak-anak SLB juga
sulit berkonsentrasi, maka Bu Merry membuat banyak alat peraga yang merangsang
muridnya untuk belajar. Sebuah totalitas pengabdian yang mengagumkan.
Paulus memaparkan bahwa hubungan dengan Tuhan adalah landasan bagi
hubungan kita dengan sesama: ketika kita melakukan sesuatu bagi sesama,
sesungguhnya kita sedang melakukannya bagi Tuhan, yang menciptakan kita semua.
Kesadaran ini menggugah dedikasi dan etos kerja yang luar biasa. Orang tergerak
untuk bekerja dengan segenap hati, bukan sekadar mengejar keuntungan materiil,
melainkan sungguh-sungguh mengupayakan kesejahteraan orang lain. Orang bersedia
untuk bekerja secara ekstra, melampaui tuntutan tugas, agar kehidupan sesamanya
dapat menjadi lebih baik.Dan, ia memperoleh kepuasan sedalam-dalamnya dengan
menyadari bahwa ia mengerjakan semuanya itu sebagai ungkapan syukur atas
anugerah Tuhan.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita melihat kehadiran Tuhan di balik
setiap orang yang kita layani? Apakah kita bekerja demi memberikan manfaat pada
sesama? Apakah kita menilai sukses dari kepuasan dalam mensyukuri anugerah-Nya?
Dalam meningkatkan etos
kerja, guru senantiasa diperhadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan
sosialnya. Jika hal ini dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh,
yaitu mampu melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter
sosial dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan pokok pendidikan
itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4), bahwa karakter pribadi dan sosial
bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:
1. Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan
luas.
2. Guru harus selalu meningkatkan keilmuannya.
3. Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu
benar dan bermanfaat.
4. Guru hendaknya berpikir obyektif dalam
menghadapi masalah.
5. Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan
loyalitas.
6. Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas
dan kepribadian moral
7. Guru harus mampu merubah sikap siswa yang
berwatak manusiawi.
8. Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk
pamrih dan pujian.
9. Guru harus mampu mengatualisasikan materi yang
disampaikan
10. Guru hendaknya banyak inisiatif
sesuai perkembangan iptek.
Karakter guru tersebut di
atas merupakan ciri kehidupan seorang guru yang amat fundamental dan dengan
keprofesionalan guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi dan demokratisasi
pemikiran yang akan mengarah kepada kreaktivitas yang konstruktif dalam
menciptakan etos kerja di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk
mewujudkan semua itu tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak
termasuk dari masyarakat.
Pada tataran implementasi
etos kerja guru dapat terlihat dalam kegiatan guru pada saat pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar, itulah sebabnya untuk mengukur efektifitas etos
kerja guru perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala
sekolah yang cakap tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.
Salah satu teori berkaitan dengan
peningkatan etos kerja sebagaimana yang dikemukan oleh Mitchel,T.R dan Larson
(1987:343) bahwa indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi :
(1) kemampuan, (2) prakarsa/inisiatif, (3) ketepatan waktu, (4) kualitas hasil
kerja, dan (5) komunikasi.
1. Kemampuan Guru
Broke dan Stoine (dalam
Wijaya & Rusyan 1992:7-8), menjelaskan bahwa kemampuan merupakan
gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan
yang tampak sangat berarti. Sedangkan Robins,1998:46 (dalam Sitio 2006),
mendefinisikan kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan.
Charles E. Jhonsons et
al (1974:3) (dalam Wijaya dan A. Tabrani Rusyan 1992:8), mendefinisikan bahwa
kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah
satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki
kepentingan tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh guru. Berhasil
tidaknya pendidikan pada sebuah sekolah salah satu komponennya ialah guru itu
sendiri.
2. Inisiatif Guru
Menurut kamus Bahasa Besar Indonesia inisiatif berarti usaha sendiri, langkah
awal, ide baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor
kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran
menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan
bermanfaat.
Manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala
perkembangan yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti,
manusia yang inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap
pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai kreasi yang berarti.
Keistimewaan dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu mencermati kreasi Tuhan,
selanjutnya menjadikan bahan renungan atau kreatifitas berpikir dalam semua
waktu dan tempat, kemudian membuat kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif
memproduksi semua potensi menjadi berdaya guna.
3. Ketepatan Waktu
Kerja
Kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri, sebelum masuk dalam sebuah organisasi pendidikan seorang guru tentu
mempunyai aturan, nilai dan norma sendiri, yang merupakan proses sosialisasi
dari keluarga atau masyarakatnya. Seringkali terjadi aturan, nilai dan norma
diri yang tidak sesuai dengan aturan-aturan sekolah yang ada. Hal ini
menimbulkan konflik sehingga orang mudah tegang, marah, atau tersinggung
apabila orang terlalu menjunjung tinggi salah satu aturannya. Misalnya, seorang
guru yang selalu tepat waktu mengajar sementara itu iklim di sekolah kurang
menjunjung tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap waktu. Jika guru tersebut
memegang teguh prinsip-prinsipnya sendiri, ia akan tersisih dari teman
sekerjanya. Demikian sebaliknya, jika ikut arus maka ia akan mengalami stres,
oleh karenanya ia harus menyesuaikan diri; tidak ikut arus, tetapi juga tidak
kaku. Ia jika perlu mempelopori kepatuhan terhadap waktu kepada teman
sejawatnya.
Ketepatan waktu dalam
melaksanakan tugas diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat
untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan
pekerjaan, pengertian ketepatan waktu atau disiplin kerja adalah suatu
sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan
organisasi. Niat untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989:65)
merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa didasari unsur ketaatan, tujuan
organisasi tidak akan tercapai. Hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku
di dorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya,sikap dan perilaku untuk
mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan
sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin
kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati
peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak
semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga
mempunyai kehendak (niat).
4. Kualitas Hasil
Kerja Guru
Pengertian kualitas hasil
kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance.
Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “kualitas” atau
“prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata
tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam
bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
(Ruky, 2001:15). Menurut Hasibuan (1990), prestasi kerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan,
serta waktu.
Dari definisi diatas dapat
dipahami bahwa kualitas kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh
dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada sekolah atau standar pencapaian
hasil akhir dari guru-guru yang ada di sekolah dalam memnuhi kebutuhan dari
peserta didik. Untuk meningkatkatkan kualitas hasil kerja tentunya dipengaruhi
oleh faktor organisasional (sekolah) dan factor personal.
Faktor organisasional
meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat,
serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor
organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal
jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun
promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah
kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat
memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara faktor personal
meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja,
kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan
kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam
mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya,
orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah
menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat
memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga
kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.
Di samping itu juga
prestasi kerja seseorang tergantung juga dari kesempatan, kapasitas, dan
kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan,
keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya
tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan
kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi
atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri,
kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan.
Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan
rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur
organisasi, informasi, waktu, serta gaji yang didapatkan.
5. Komunikasi
Guru
Komunikasi merupakan bagian
yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami sebab komunikasi
yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi ,
misalnya konflik antar guru, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat
meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat
yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan
sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang
terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian masing-masing pegawai
dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
Guru-guru yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh
dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerjanya menjadi
semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam menunjang kelancaran
aktivitas pegawai di sekolah. Adapun komunikasi yang di bangun di sekolah
ini antara lain:
a.
Komunikasi ke bawah (downward communication) atau komunikasi kepala
sekolah dengan para guru dan staf tata usaha.
Yaitu komunikasi yang datang dari kepala sekolah SMP Negeri 5 Bitung kepada
seluruh warga sekolah dan bersifat intern. Seperti instruksi tugas,
rasionalisasi pekerjaan, informasi, idiologi, dan balikan.
b.
Komunikasi keatas (upward communication) atau komunikasi guru dan
karyawan kepada kepala sekolah.
Adalah arus komunikasi yang
bergerak dari bawah keatas. Pesan yang disampaikan antara lain laporan
pelaksanaan pekerjaan, keluhan guru, sikap dan perasaan guru tentang kendala
yang dihadapi pada proses kegiatan belajar mengajar, pengembangan media
pembelajaran, informasi tentang pembagian jadwal mengajar dan hasil yang
dicapai oleh siswa, dll.
c.
Komunikasi Horisontal (horizontal comunication)
Komunikasi yang di bangun
di antara para guru-guru mata pelajaran, guru kelas dalam rangka kerja
yang sama demi untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta kemajuan sekololah.
pace et bene
damai dan kebaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar