GAMABARAN
KERAJAAN ALLAH PADA ZAMAN YESUS
A. SITUASI SOSIAL BANGSA ISRAEL
1. Situasi Sosial – Politik
Setelah masa pembuangan bangsa Israel di
Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada Kerajaan Persia,
Yunani, dan Kekaisaran Romawi. Secara internal masyarakat Palestina dikuasai
oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain
pejabat-pejabat boneka, masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya dan kaum
rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan
mereka. Golongan-golongan ini sering memihak penjajah supaya mereka tidak
kehilangan hak istimewa atau nama baik di depan penjajah, karena Roma mempunyai
kekuasaan mencabut hak milik seseorang.
Puncak kekuasaan politik adalah procurator
Yudea. Ia harus seorang Romawi. Ia berwenang menunjuk raja dan Imam Agung. Di
Yudea, Imam Agung berperan di bidang politik sebagai raja selain sebagai
pemimpin agama. Di Galilea kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas.
Dominasi militer terlihat dengan kehadiran
tentara Romawi di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi
tidak dari kalangan Yahudi.
Situasi yang menekan kadang-kadang tidak tertahankan,
sehingga timbul pemberontakan yang umumnya digerakkan oleh kaum Zelot yang
bermarkas di Galilea. Namun, pemberontakan kaum Zelot ini selalu dapat
dipadamkan/ditumpas. Penumpasan kaum pemeberontak (Zelot) ini biasanya membawa
korban nyawa yang tidak sedikit.
2. Situasi Sosio-Ekonomi
Penduduk desa biasanya hanya memiliki
lahan-lahan kecil untuk usaha pertanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh
para tuan tanah yang kaya dan mereka tinggal di kota-kota. Lahan-lahan luas
yang dikuasai oleh para tuan tanah itu digunakan untuk menanam jagung dan
peternakan besar. Para tuan tanah yang tinggal di kota-kota itu praktis menjadi
pengemudi roda ekonomi kota dan perdagangan internasional. Rakyat kebanyakan
biasanya hanya menjadi penggarap tanah (buruh tani) atau pengembala ternak
milik tuan-tuan tanah itu.
Kondisi ekonomi sebagian besar penduduk
(rakyat) hanya pas-pasan, bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan kelarga
karena penghasilan mereka terlalu kecil. Dalam situasi yang parah seperti itu,
rakyat masih dibebani berbagai macam pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk
Bait Allah, dsb. Konon, pajak dan pungutan-pungutan tersebut dapat mencapai 40%
dari penghasilan rakyat.
3. Situasi Sosial – Kemasyarakatan
Masyarakat Palestina terbagi dalam
kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat kelas-kelas atau kelompok sosial, yaitu
tuan tanah besar, pemilik tanah kecil, perajin, kaum buruh, dan budak.
Di daerah perkotaan terdapat beberapa
lapisan kelas sosial. Lapisan kelas sosial tertinggi adalah kaum aristokrat,
imam-imam, pedagang-pedagang besar, dan pejabat-pejabat tinggi. Lapisan kelas
sosial menengah bawah adalah para peerajin, pejabat-pejabat rendah, awam, dan
kaum Lewi. Lapisan kelas sosial paling bawah adalah kaum buruh yang pada
umumnya bekerja di sekitar Bait Allah.
Di samping itu, terdapat juga kaum proletar
marginal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas
orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena suatu hal (bukan karena
kondisi ekonomi). Misalnya: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut
bea cukai, penderita kusta yang menurut keyakinan Yahudi disebabkan oleh dosa
si penderita atau dosa orang tuanya.
Menurut orang Yahudi, dosa itu dapat
berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang baik-baik tidak boleh
bergaul dengan orang-orang berdosa.
Selain adanya kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial
tersebut di atas, terdapat juga berbagai bentuk diskriminasi, misalnya
diskriminasi rasial, seksual, pekerjaan, dan sebagainya.
4. Situasi Sosio-Religius
Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius
orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi
berdasarkan hukum Taurat. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum
Taurat. Bagi mereka, menjadi rakyat Tuhan berarti taat pada setiap pasal hukum
Taurat. Mereka berusaha menerapkan hukum Taurat pada setiap segi kehidupan.
Tetapi, mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka.
Menaati hukum Tuhan berarti menaati secara
ketat terhadap setiap pasal hukum Taurat. Orang-orang Farisi gemar memperluas
tuntutan-tuntutan kebersihan yang berlaku untuk para imam bagi seluruh
masyarakat Israel. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum
Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang
tidak tertahankan bagi rakyat kecil.
Singkatnya, rakyat kebanyakan di Palestina
sangat tertindas pada saat Yesus muncul. Mereka ditindas secara politis,
ekonomis, sosial, bahkan religius.
B. PAHAM-PAHAM TENTANG
KERAJAAN ALLAH
Dalam situasi tertindas, bangsa
Israel sangat merindukan kedatangan Mesias dan Kerajaan Allah. Namun, paham
mengenai Kerajaan Allah di kalangan bangsa Israel dipahami secara berbeda-beda.
1. Paham Kerajaan Allah yang Berciri
Nasionalistis
Paham ini dihayati oleh kaum Zelot. Kegiatan mereka
bertujuan membebaskan bangsa Israel dari kuasa politik penjajah kafir. Kaum
Zelot berjihad untuk mengusir kaum kafir. Mereka berharap dengan kebangkitan
nasionalisme, kemenangan bangsa Israel dapat tercapai dan Kerajaan Allah
tercipta.
2. Kerajaan Allah Menurut Pandangan
para Apokaliptik
Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman Allah,
karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh dunia baru. Dalam dunia
baru itu, yang baik akan dianugerahi kebakaan dan yang jahat akan dihukum.
Menurut pandangan aliran ini, Kerajaan Allah adalah sebuah
kenyataan pada akhir zaman. Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan
jelek. Setelah zaman yang jahat ini hilang lenyap dibinasakan oleh Allah, maka
Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi baru dan langit baru yang
dijadikan Allah.
3. Kerajaan Allah Menurut
Pandangan para Rabi
Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan di
akhir zaman Allah menyatakan kekuasaan-Nya sebagai Raja semesta alam dengan
menghakimi dan menyatakan kepada sekalian bangsa. Bangsa Israel yang dikuasai
oleh orang-orang kafir (karena dijajah oleh bangsa Romawi yang dianggap kafir)
merupakan akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel melakukan hukum Taurat,
maka penjajah akan dipatahkan. Karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum
Taurat sudah menjadi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan hukum
Taurat, maka banagsa Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir.
|
C. KERAJAAN ALLAH YANG
DIWARTAKAN YESUS
Kerajaan Allah yang diwartakan OLEH Yesus lebih mirip
dengan pandangan para rabi dan para nabi. Allah mulai meraja, terutama dalam
diri Yesus, dan akan mencapai kepenuhan-Nya pada akhir zaman. Ketika Yesus
berkeliling di Palestina untuk mewartakan Kabar Baik dan melakukan berbagai
perbuatan baik, termasuk mukjizat-mukjizat-Nya, menjadi nyata bahwa Kerajaan
Allah sebenarnya mulai dibangun di tengah umat yang percaya.
Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus secara singkat
dapat dikatakan sebagai berikut:
· Kerajaan Allah adalah Allah yang meraja atau memerintah.
Oleh karena itu, manusia harus mengakui kekuasaan Allah dan menyerahkan diri
(percaya) kepada-Nya, sehingga terciptalah kebenaran, keadilan, kesejahteraan,
dan kedamaian.
· Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan mencapai
kepenuhannya pada akhir zaman. Di akhir zaman itulah, Allah benar-benar akan
meraja. Dalam rangka ini, Kerajaan Allah terkait dengan penghakiman terakhir
dan ukuran penghakiman adalah tindakan kasih. Mereka yang melaksanakan tindakan
kasih masuk ke dalam Kerajaan Allah (bdk. Mat 25: 31-45).
· Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya pada akhir
zaman itu kini sudah dekat, bahkan sudah datang dalam sabda dan karya Yesus.
Oleh karena itu, orang harus menanggapinya dengan bertobat dan percaya kepada
warta yang dibawa oleh Yesus.
· Kerajaan Allah adalah kabar mengenai masa depan dunia, di
mana yang miskin tidak lagi miskin, yang lapar akan dipuaskan, yang tertindas
tidak akan menderita lagi, yang tertawan akan dibebaskan. Namun, untuk mencapai
masa depan yang demikian perlu perjuangan. Itulah sebabnya, Yesus terus-menerus
berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Selama hidup-Nya Yesus
terus-menerus berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Seluruh hidup Yesus
sampai Ia mengorbankan hidup-Nya di kayu salib adalah untuk mewujudkan Kerajaan
Allah, sehingga orang benar-benar mengalami damai sejahtera, sukacita,
keadilan, dan kebenaran.
· Perjuangan Yesus itu belum selesai, Yesus memberi tugas
kepada para pengikut-Nya untuk melanjutkan perjuangan itu, agar Allah
sungguh-sungguh meraja.
YESUS MEWARTAKAN
DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH
Kaum remaja adalah kaum idealis.
Perjuangan Yesus membangun Kerajaan Allah kiranya sesuai dengan cita-cita
remaja. Yesus memperjuangkan Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan.
Perkataan dan perbuatan dalam hidup Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan (lih. Mat 11: 5-6; bdk. Luk 11: 5-6).
Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan
Yesus supaya perbuatan itu dapat ditangkap maksudnya. Perbuatan Yesus mewujudnyatakan
perkataan-Nya, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata-kata kosong tetapi
kata-kata penuh kuasa dan arti. Pewartaan dan perjuangan Yesus melalui
perkataan (terutama perumpamaan) dan perbuatan-Nya (terutama Mukjizat-Nya).
Yesus mewartakan rahasia Kerajaan Allah
sering kali dengan perumpamaan-perumpamaan. Hal ini dimaksudkan supaya orang
selalu ingat dan dapat mengambil makna Kerajaan Allah bagi hidupnya.
Perumpamaan-perumpamaan membuat orang berpikir dan tersapa, kemudian
menerapkannya di dalam hidup. Supaya manusia selalu ingat bahwa Allah perlu
merajai hatinya, maka Yesus mewariskan perumpamaan-perumpamaan tentang Kerajaan
Allah sebagaimana terdapat dalam Injil.
Yesus pun mewartakan Kerajaan Allah
dengan perbuatan-perbuatan, antara lain melalui mukjizat-mukjizat-Nya. Seluruh
mukjizat Yesus selalu dihubungkan dengan Kerajaan Allah yang Dia wartakan.
Yesus tidak pernah mau membuat mukjizat, jika tidak berkaitan dengan Kerajaan
Allah.
A. Perumpamaan-Perumpamaan
Yesus tentang Kerajaan Allah
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus
kerap kali memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan
sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan
Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang
ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk
mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah.
Perumpamaan-perumpamaan Yesus mengenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal
berikut:
1. Kerajaan Allah Sudah Dekat
Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang,
terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan
Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak di tengah-tengah umat-Nya (lih. Luk
10: 23-24).
Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah
dekat itu terungkap dalam perumpamaan tentang Pohon Ara (lih. Mrk
13: 28-32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan
tentang orang yang menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk
menuntut kembali pinjaman dari orang yang berhutang kepadanya. Maksud Yesus
adalah: Kita sekalian adalah orang yang berhutang (berdosa), maka harus segera
membereskan perkara itu (bertobat) supaya jangan terlambat; penghakiman
terakhir sudah diambang pintu.
Berdekatan dengan perumpamaan tentang
pohon ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk
16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain mau mengatakan bahwa orang harus cerdik,
sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban.
Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.
Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (lih. Luk
13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu sesungguhnya sabar, tetapi jika pada
waktunya orang tidak menghasilkan buah pertobatan (bdk. Luk 3:
8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.
Penghakiman Allah akan datang secara
tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (lih. Mat 24: 50). Hal ini
diilustrasikan dalam perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu malam
di saat yang tidak diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan
Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam
perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh (lih. Mat
24: 1-13)
2. Kerajaan Allah berarti Allah Mulai Memerintah
Kerajaan Allah berarti Allah yang
memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai
Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam
perumpamaan domba yang hilang (lih.Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan
Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun
anggur (lih. Mat 20: 1-5), Allah digambarkan sebagai “Bapa
keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang
dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang berdosa” yang bertobat dan
atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.
Dalam perumpamaan anak yang hilang atau
Bapa yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau
menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya
karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap
orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya,
tetapi tidak mengerti sikap hati Bapa. Ketiga perumpamaan dalam Luk 15: 1-32
(domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan
sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam
Kerajaan-Nya.
3.
Kerajaan Allah menuntut sikap pasrah (iman) manusia kepada Allah
Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab
itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi
harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan
hal-hal lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.
Yesus menentang orang-orang Farisi
karena mereka terlalu mengandalkan jasa-jasa dan kekuatan diri mereka. Yesus
memuji orang-orang miskin dan menderita sebagai yang “berbahagia”, karena dalam
kemiskinannya itu mereka hanya mengandalkan Allah dan mempercayakan diri pada
Allah. Yesus tentu saja tidak mendukung kemiskinan, bahkan Ia memperjuangkan
kesejahteraan lahir batin bagi umat. Yesus mengecam ketidakadilan yang
dilakukan oleh para petinggi pemerintahan dan agama.
Yesus tidak menyapa berbahagia kepada
orang-orang yang saleh dan taat pada Taurat seperti kaum Farisi, sebab mereka
mengandalkan dirinya sendiri. Yesus menyapa orang miskin dan menderita, sebab
mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang Farisi
dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).
4. Kerajaan Allah itu Suatu Karunia
Kerajaan Allah adalah karunia dari
Allah, bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak
ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah
sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh”
(Mrk 4: 26-29); “ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan
“penabur” (Mrk 4: 1-9).
Titik perbandingan dalam
perumpamaan-perumpamaan tersebut terletak pada keajaiban bahwa “benih” itu
tumbuh, menjadi pohon besar, dan menghasilkan buah berlimpah, walaupun banyak
rintangan. Demikianlah juga tentang Kerajaan Allah, biarpun banyak rintangannya
(penabur), Kerajaan Allah dengan kekuatannya sendiri (benih dan ragi) akan
diwujudkan dan menghasilkan buah berlimpah.
Kerajaan Allah sebagai karunia Allah
harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh manusia sebagai nilai yang paling
tinggi. Karena itu, manusia yang telah memperolehnya patut bergembira dan
bersedia memperjuangkan dan mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini diilustrasikan dalam perumpamaan tentang “harta yang terpendam dan mutiara
yang berharga” (Mat 13: 44-46). Fokus perumpamaan ini terletak dalam ayat 44
yaitu kegembiraan menemukan “harta terpendam”. Dengan usaha yang tidak mengenal
lelah, akhirnyra harta itu ditemukan sehingga mendatangkan kegembiraan luar
biasa bagi yang empunya. “Harta terpendam” ini menggambarkan sesuatu yang
sangat bernilai, yakni Kerajaan Allah. Orang dengan gembira hati mengorbankan
segala sesuatu demi Kerajaan Allah yang paling berharga dan bernilai.
B. Perbuatan-Perbuatan
Yesus dalam Membangun Kerajaan Allah
Yesus memaklumkan dan memperjuangkan
Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tersebut
dalam hidup Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat
11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan
perbuatan-perbuatan Yesus supaya perbuatan itu dapat ditangkap maksudnya,
sedangkan perbuatan-perbuatan mewujud-nyatakan perkataan-perkataan Yesus,
sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata-kata kosong, tetapi kata-kata yang penuh
kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan dijelaskan perjuangan Yesus
melalui perbuatan.
1. Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat
Yesus mewartakan Kerajaan Allah tidak
hanya dengan sabda-sabda-Nya, tetapi juga melalui mukjizat-mukjizat. Mukjizat
yang dimaksudkan adalah kejadian atau perbuatan luar biasa yang bagi orang
percaya menangkapnya sebagai pernyataan kekuasaan Allah Penyelamat. Dengan
mukzijat itu, Allah menyatakan kekuasaan penyelamatan-Nya.
Mukjizat adalah hanya sebagai tanda
bagi orang yang percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan
bagi yang tidak percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu
mau menunjukkan:
· Yesus
menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah.
Di luar itu, Yesus tidak pernah membuat mukjizat. Itulah sebabnya, Yesus
menolak membuat tanda/mukzijat di hadapan pejabat atau orang banyak untuk
melegitimasikan diri-Nya sebagai yang berasal dari Allah (Mat 16: 1; Luk 11:
16-29).
· Dasar
dan motif mengadakan mukjizat adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah.
Pemberitaan tentang Kerajaan Allah hanya ditujukan kepada orang miskin dan
tertindas. Karena itu, mukjizat-mukjizat Yesus justru tertuju kepada orang yang
malang, sakit dan di bawah kuasa kejahatan. Mukjizat-mukjizat itu menyatakan
bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus dan yang membebaskan orang dari
kuasa jahat, benar-benar bagi mereka.
· Mukjizat-mukjizat
Yesus mempunyai arti mesianis. Artinya, mukjizat-mukjizat Yesus mau menunjukkan
bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan. Mukjizat-mukjizat yang
dikerjakan Yesus merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. Melalui
penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menjadi nyata bahwa zaman
Mesias sudah dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah
Yesus adalah Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata:
“Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengan:
Orang buta melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta
menjadi lahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11: 4-5).
· Mukjizat-mukjizat
Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita
serta kerasukan roh jahat. Allah menyatakan diri setia kawan dengan orang yang
sakit dan kerasukan setan. Dengan demikian, mukjizat Yesus juga menjadi tanda
bahwa Yesus datang untuk menampakkan kebaikan hati Allah, supaya yang menderita
tidak menderita, supaya yang di bawah kuasa setan dibebaskan, dan yang sakit
disembuhkan.
2. Yesus
Bergaul dengan Semua Orang: Tanda cinta-Nya yang Universal
Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia
juga sangat terbuka terhadap semua orang. Ia bergaul dengan semua orang. Ia
tidak mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak
pernah hanya dekat sekelompok orang dan menyingkirkan kelompok yang lainnya.
Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa,
bahkan penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun
akrab dengan para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan
wanita tuna susila (lih. Luk 7: 36-50) dan para penderita penyakit
berbahaya yang dikucilkan.
Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang
berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan
adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.
3. Yesus
Membebaskan Orang-Orang dari Beban Legalisme
Yesus sering dikecam oleh
lawan-lawannya sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum,
tidak berpuasa, dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.
Yesus memaklumkan bahwa Allah itu
Pembebas. Allah ingin memungkinkan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh
dan penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan
memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau
menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia berbuat
baik. Begitu pula, tujuan hukum Taurat.
Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat
diringkaskan dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam
terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan
ditafsirkan secara keliru.
4. Yesus Memanggil
Pengikut-pengikut-Nya
Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus
memanggil dan mengutus murid-murid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan
yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus: (1) segera meninggalkan
segala-galanya; (2) belajar dan hidup dekat dengan Yesus; (3) siap diutus; dan
(4) siap menderita.
C. Mendalami
Beberapa Nilai Utama dalam Kerajaan Allah
1. Uang/Harta
dan Kerajaan Allah
Uang, harta, dan kekayaan pasti
mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang
harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan
kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai
nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi
dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang
atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa
sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta
masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). Maksudnya, Yesus
mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong
agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita
dan suka membatu mereka dengan kekayaannya..
Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya
sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang
dari kemiskinan dan penderitaan.
2. Kekuasaan dan
Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun,
orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah
terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan
kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan
dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam
kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas.
Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih
yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat.
Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang
cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli kitab
dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya
merupakan pelayanan (bdk. Mat 23: 4; Mrk 2: 27). Yesus juga menolak
setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus,
hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah,
kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.
3. Kehormatan/Gengsi dan Kerajaan Allah
Kehormatan atau gengsi adalah nilai
yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih
penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi
sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan
gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan,
pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah masyarakat
dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki
status sosial tinggi dan ada kelompok yang memiliki status sosial rendah.
Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak
sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan: “Siapakah yang
terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika
kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk
ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4). Anak adalah perumpamaan mengenai
“kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini
tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kelas tertentu yang akan diterima
dalam Kerajaan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika ia mau berubah
dan menjadi seperti anak kecil (Mat 18: 3), menjadikan dirinya kecil seperti
anak-anak kecil (Mat 18: 4).
Kerajaan yang diwartakan dan
dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih
rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan
karena pendidikan, kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan, atau
keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan
Allah sebagai citra-Nya.
4. Solidaritas dan Kerajaan Allah.
Perbedaan pokok kerajaan dunia dan
Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda.
Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif
(suku, agama, ras, keluarga, dsb.) dan demi kepentingan sendiri. Sedangkan
Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu
telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi
Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang
menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian
“saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah
musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang
yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencaci kamu” (Luk 6: 27-28).
“Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena
orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk
6: 32).
Solidaritas kelompok (mengasihi orang
yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang
dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang
bulu, termasuk juga musuh.